Tarawih
merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah. Secara bahasa berarti jalsah
(duduk). Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat
malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa
beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan.
Menegakkan
Shalat malam atau tahajud atau tarawih dan shalat witir di bulan
Ramadhan merupakan amalan yang sunnah. Bahkan orang yang menegakkan malam
Ramadhan dilandasi dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan
diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Sebagaimana
dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيـْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ
لَهُ
مَا
تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ »
“Siapapun
yang menegakkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim 1266)
Pada
asalnya shalat sunnah malam hari dan siang hari adalah satu kali salam setiap
dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa
seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau
menjawab:
«
مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ
الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua
rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu
shalat witir satu rakaat.” (HR.
Bukhari)
Dalam
hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang lain dikatakan:
«
صَلاَةُ اللَّيْلِ وَ
النَّهَارِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ »
“Shalat
malam hari dan siang hari itu dua rakaat – dua rakaat.” (HR Ibn Abi Syaibah) (At-Tamhiid, 5/251; Al-Hawadits,
140-143; Fathul Bari’ 4/250; Al-Muntaqo 4/49-51)
Maka
jika ada dalil lain yang shahih yang menerangkan berbeda dengan tata cara yang
asal (dasar) tersebut, maka kita mengikuti dalil yang shahih tersebut. Adapun
jumlah rakaat shalat malam atau shalat tahajud atau shalat tarawih dan witir
yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
lebih dari 11 atau 13 rakaat.
Shalat
tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari
saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir
rahimahullah, ia berkata:
“Kami
melaksanakan qiyamul lail bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
malam 23 Ramadhan sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama
beliau pada malam 25 Ramadhan sampai separuh malam. Kemudian beliau memimpin
lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati
sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim,
Shahih)
Beserta
sebuah Hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
Kami
puasa tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin kami
untuk melakukan shalat (tarawih) hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat sampai
lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam
(tinggal 6 hari lagi – pent). Dan pada malam ke lima (tinggal 5 hari – pent)
beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separuh malam. Lalu kami berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya engkau
menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau bersabda:
«
مَنْ
قَامَ
مَعَ
الْإِمَامِ حَتىَّ
يَنْصَرِفَ كُتِبَ
لَهُ
قِيَامُ لَيْلَةٍ »
“Barang
siapa shalat tarawih bersama imam sampai selesai maka ditulis baginya shalat
malam semalam suntuk.”
Kemudian
beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau
memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya.
Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapatkan falah. Saya (perowi)
bertanya ‘apa itu falah?’ Dia (Abu Dzar) berkata ’sahur’. (HR. Nasa’i,
Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad, Shahih)
Hadits
itu secara gamblang dan tegas menjelaskan bahwa shalat berjamaah bersama imam
dari awal sampai selesai itu sama dengan shalat sendirian semalam suntuk.
Hadits tersebut juga sebagai dalil dianjurkannya shalat malam dengan berjamaah.
Bahkan
diajurkan pula terhadap kaum perempuan untuk shalat tarawih secara berjamaah,
hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu
‘anhu yaitu beliau memilih Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu untuk
menjadi imam untuk kaum lelaki dan memilih Sulaiman bin Abu Hatsmah radhiyallahu
‘anhu untuk menjadi imam bagi kaum wanita.
Tata
Cara Shalat Malam
Perlu
kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ada beberapa
macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam buku-buku fikih dan hadits.
Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua
tata cara tersebut adalah hukumnya sunnah.
Maka
sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan
terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita
hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan satu sunnah dan
mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu membuat-buat tata cara
baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.
Shalat
tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
- Kemudian shalat witir 1 rakaat.
Hal
ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau
berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan,
Kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian
shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya,
kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat
sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari
rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek
dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat
sebelum shalat tarawih.
Shalat
tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal
ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam,
maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu.
Setelah itu beliau shalat delapan rakaat dengan bersalam setiap 2 rakaat
kemudian beliau melakukan shalat witir lima rakaat yang tidak melakukan salam kecuali
pada rakaat yang kelima.”
Shalat
tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan
hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صلّ
الله
عليه
و
سلّم
يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ
أَنْ
يَفْرُغَ مِنْ
صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ
هِيَ
الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ
الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ
كُلّ
رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam atau tarawih setelah
shalat Isya’ – Manusia menyebutnya shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11
rakaat. Beliau melakukan salam setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Shalat
tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
- Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan
hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:
مَا كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ
صلّ
الله
عليه
و
سلّم
يَزِيْدُ فِي
رَمَضَانَ وَ
لاَ
فِي
غَيْرِهِ إِحْدَ
عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ
تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَ
طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ
يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ
تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَ
طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ
يُصَلِّى ثَلاَثاً
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah bilangan pada bulan
Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau
shalat 4 rakaat sekali salam maka jangan ditanya tentang kebagusan dan
panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam maka jangan ditanya
tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)
Tambahan:
Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata
cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada
larangan menyerupai shalat maghrib.
Shalat
tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan
hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ
سِوَاكَهُ وَ
طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ
مَا
شَاءَ
أَنْ
يَـبْعَثَهُ مِنَ
الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ
يَتَوَضَأُ وَ
يُصَلِى تِسْعَ
رَكْعَةٍ لاَ
يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ
فِي
الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ
وَ
يَحْمَدُهُ وَ
يَدْعُوْهُ، ثُمَّ
يَنْهَضُ وَ
لاَ
يُسَلِّمُ ثُمَّ
يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ
يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ
وَ
يَحْمَدُهُ وَ
يَدْعُوْهُ ثُمَّ
يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ
يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
مَا
يُسَلِمُ وَ
هُوَ
قَاعِدٌ (رواه
مسلم)
“Kami
dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas
tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian
beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk
kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan
shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang
kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada
Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami.
Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)
Faedah,
Hadits ini merupakan dalil atas:
- Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
- Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
- Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
- Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat
tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan
hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata:
…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ
الرُّكُوْعَ وَ
السُّجُوْدَ ثُمَّ
انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى
نَفَغَ
ثُمَّ
فَعَلَ
ذَلِكَ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ
رَكَعَاتٍ كُلُّ
ذَلِكَ
يَشْتاَكُ وَ
يَتَوَضَأُ وَ
يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ
أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ
“…Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka
beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut,
kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring
sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi
hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap
kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak
kemudian berwudhu terus membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi
wakhtilafil laili… sampai akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan
wudhu
Shalat
tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan
hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5
beliau berkata: “Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah
tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat.
Dan beliau melakukan shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau
melakukannya pada tata cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah
seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim 1233)
Disunnahkan
pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama
dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan membaca surat al-Falaq
atau an-Naas pada rakaat yang ketiga. Atau membaca surat “Sabbihisma…”
pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua
dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Tata
cara tersebut di atas semua benar. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud
atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol
adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Karena bila
hanya memilih satu cara berarti menghidupkan satu sunnah tetapi mematikan
sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti
berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.
Adapun
pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu Kaum muslimin melaksanakan
shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21 rakaat dan 23 rakaat. Kemudian
39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu ‘anhu
tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah (sehingga sama
sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah) karena para sahabat
memiliki dalil untuk melakukan hal ini (shalat tarawih lebih dari 13 rakaat).
Dalil tersebut telah disebutkan di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab:
«
مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ
الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua
rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu
shalat witir satu rakaat.” (HR.
Bukhari)
Pada
hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya batasan rakaat pada shalat malam
baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Batasannya adalah datangnya
waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir.
Para
ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan jumlah rakaat tersebut. Jumhur
ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan metode al-Jam’u bukan
metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah memilih dan memakai riwayat yang
shahih serta meninggalkan riwayat yang lain atau dengan kata lain memilih satu
pendapat dan meninggalkan pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh
Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini.
Metode al-Jam’u adalah menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa
meninggalkan dan memilih satu riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur
ulama dalam permasalahan ini). Berikut ini beberapa komentar ulama yang
menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u) tentang perbedaan jumlah
rakaat tersebut:
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
- Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
- Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
- Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun
kaum muslimin akhir jaman di saat ini khususnya di Indonesia adalah umat yang
paling lemah. Kita shalat 11 rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek
dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama
sekali!!!
Doa
Qunut dalam Shalat Witir
Doa
qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir termasuk amalan sunnah
yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya. Karena tidak mengetahuinya
banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang membaca doa qunut witir.
Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai qunut
dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى
اللهُ
عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي
رَكْعَةِ الْوِتْرِ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)
يَجْعَلُهُ قَبْلَ
الرُّكُوْعِ
“Beliau
membaca qunut itu sebelum ruku.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro,
Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad shahih)
Adapun
doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa
tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan
boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut tersebut.
Di
antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:
«
الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ
فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ
ماَ
قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ
يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ
يَذِلُّ مَنْ
وَالَيْتَ، وَلاَ
يَعِزُّ مَنْ
عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ
مَنْجَا مِنْكَ
إِلاَّ
إِلَيْكَ »
Maraji’:
- Shohih Muslim
- Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
- Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
- Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.